Saturday, October 28, 2017

Titik Jenuh

Pada momenlah esensi waktu disadari.

Pada momenlah jati diri manusia disadari.

Pada momenlah hakikat hidup disadari.

Pada momenlah terbuka portal antara

dimensi waktu dan ruang jiwa manusia.

Manusia memiliki tingkat pemikiran yang saat ini sudah sukar ditakar batasnya. Berkat luasnya alam serta luasnya pemikiran (dan jumlah) manusia, banyak hal yang bermunculan menambah variabel kehidupan. Teknik-teknik bertahan hidup, pengelolaan sumber daya alam, serta hal-hal yang mempermudah kehidupan manusia terus dikembangkan. Namun perkembangan teknik-teknik tersebut juga tidak jarang menjadi penyebab terjadinya kehancuran sistem, contohnya perang. Itu dulu. Apakah kehancuran sistem yang diakibatkan perkembangan pemikiran manusia di zaman sekarang juga adalah perang?

Dewasa ini, perkembangan pemikiran manusia — atau lebih mudahnya bisa kita sebut sebagai 'teknologi' — mengarah pada suatu hal yang disadari sebagai 'kejenuhan'. Semakin banyaknya variabel kehidupan dari tahun ke tahun pada akhirnya akan semakin membingungkan manusia. Manusia dituntut mengetahui lebih banyak hal di masa depan dibandingkan di masa lalu. Manusia yang sanggup mengikuti perkembangan zaman akan mendapatkan derajat yang lebih tinggi di antara manusia lainnya. Manusia, dalam menghadapinya tentu punya kapasitas masing-masing.

Kapasitas manusia dalam memahami dan mendapatkan variabel-variabel kehidupan tentu berbeda-beda. Sehingga, manusia yang lebih kecil kapasitasnya, dituntut untuk mengembangkan kapasitasnya agar dapat bersaing dan bertahan hidup di dunia. Tidak jarang saat ini, manusia dituntut untuk melakukan hal yang melebihi kapasitasnya, sehingga tercapailah titik jenuh. Ketika sampai pada titik jenuh, secara alamiah manusia akan frustasi dan stres. Di sini peran ilmu psikologi dibutuhkan untuk menstabilkan titik jenuh yang terjadi. Dalam hal ini, kehancuran sistem yang terjadi adalah kehancuran kestabilan emosi dan ruhani pada manusia.

Kehancuran sistem ruhani atau spiritual adalah lupanya manusia akan jati dirinya sesungguhnya. Untuk apa ia hidup di dunia? Untuk apa ia bekerja? Untuk apa ia beribadah? Untuk apa ia berjuang? Kelupaan ini disebabkan oleh banyaknya variabel-variabel kehidupan yang perlu dipenuhi oleh seorang manusia. Dapat dikatakan, semakin banyak variabel-variabel dan sistem kehidupan di masa depan, maka akan semakin banyak orang lupa akan jati dirinya sebagai manusia.

Sebenarnya kehancuran sistem disebabkan semakin banyaknya variabel kehidupan ini juga berlaku untuk alam, bukan hanya manusia. Alam kita di bumi memiliki sumber daya yang terus diambil dan dimanfaatkan oleh kita manusia. Tentunya jika diambil terus menerus dan tidak bisa diperbarui, maka alam ini akan kehabisan daya dukungnya. Dengan kata lain, kapasitas alam ini dalam mendukung kehidupan manusia akan habis. Jika habis, maka manusia baru tersadar.. bahwa akhir dunia sudah di depan mata.

Sehingga, ini semua merupakan tantangan kita pada zaman ini, untuk menyadarkan diri kita masing-masing kepada hakikat hidup dan tujuan hidup kita masing-masing di dunia. Kita dibiarkan hidup berkeliaran di dunia ini pasti ada tujuannya. Tujuan apa itu? Saatnya mencari tahu, mulai dari sekarang.

Tuesday, October 3, 2017

Titik Kontemplasi

Mengingati kenangan-kenangan
Menontoni jalinan-jalinan
Yang telah kulewati
Hingga saat ini

Ternyata...
Sudah banyak yang kulewati.

Pertanyaannya...
Sudah cukup banyakkah?

Ternyata...
Sudah banyak yang kujalini.

Pertanyaannya...
Sudah cukup banyakkah?

Bagaikan laba-laba
Al-Ankabuut
Ku terus meraba-raba
dan merajut

Apakah sudah cukup?
Apakah yang kulupakan?
Apa lagi yang harus kulakukan?
Apa lagi yang harus kutangkup?

Lalu, aku pun terus melangkah
Karena waktu tak kan menunggu
Sembari masihku bertanya-tanya
tentang yang satu:

Telah lunturkah sesuatu
Yang kupunya dahulu
?